Setelah sempat bingung untuk menentukan kriteria
seseorang yang pantas disebut tokoh, maka akhirnya saya menyimpulkan sendiri
bahwa yang pantas disematkan label “tokoh” adalah mereka yang mampu memberikan
pengaruh dalam masyarakat, baik itu dalam skala lokal, nasional maupun
internasional.
Patokan pengaruh yang saya maksudkan adalah
bagaimana mereka mampu mengumpulkan massa terutama seperti yang kita lihat pada
masa-masa pemilu dan atau pilkada. Berikut 4 tokoh pria “baru” dalam dunia
perpolitikan Aceh yang menurut penulis paling berpengaruh dan menuai banyak
kontroversial.
1.
Sudirman alias Haji Uma
Sudirman atau yang lebih akrab dikenal masyarakat dengan nama
Haji Uma adalah seorang komedian Aceh dalam serial Eumpang Breuh. Pria
kelahiran Punteut, 10 November 1974 ini memperoleh ketanaran berkat perannya
yang mengundang gelak tawa.
Selain sebagai komedian, tidak banyak yang tahu kiprahnya
dalam dunia politik. Sebagian sumber menyebutkan ia adalah anggota dari partai
Aceh. Namun, meskipun minim kiprahnya dalam dunia politik dan pemerintahan ia
tetap mampu menggalang massa hingga terpilih sebagai anggota DPD asal Aceh
periode 2014-2019.
2.
Rafly Kande
Dunia hiburan Aceh juga tak asing dengan nama ini.
lagu-lagunya begitu hits dan banyak dihafal serta dilantunkan oleh para
penggemarnya. Musisi Aceh ternama ini lahir di Samadua, Aceh Selatan pada 1 Agustus 1967. Sejak kecil
Rafly dididik untuk menjalankan tradisi nenek moyangnya. Ayahnya, Mohammad Isa,
merupakan syech (pemimpin) grup Meudikee.
Pada tahun 1994 dia menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN) di desa Ujung Panga, kecamatan Teunom, kabupaten Aceh Barat (sekarang
Aceh Jaya). Kegiatan keseniannya berhenti total, hingga dia kemudian pindah
mengajar ke MIN Setui di Banda Aceh pada tahun 2000.
Mundur dari profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil beberapa
tahun lalu, semakin membuktikan keseriusannya dalam bermusik dan berbudaya.
“Saya mantan PNS, tepatnya di Kantor Wilayah Kementerian Agama,”sebutnya.
Baginya, itulah jati diri dan keahliannya dalam bermusik akan diusahakan untuk
hal positif.
Begitulah sekilas perjalanan yang mengantarkannya ke senayan
sebagai senator DPD RI asal Aceh.
3.
Fachrul Razi, M.I.P
Senator DPD RI asal Aceh periode 2014-2019 ini lahir di Langsa
pada 6 Juni 1980. Sebelum menjadi anggota DPD RI, Fachrul Razi adalah seorang aktivis
di berbagai organisasi. Lulusan Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia ini
mulai dikenal publik sejak menjadi juru bicara Partai Aceh, salah satu Partai
lokal yang ada di Aceh.
Meski masih terbilang muda dan baru terjun ke dunia politik,
namun ia telah berhasil mencapai perolehan suara tertinggi dalam pemilu untuk
anggota DPD yang mengantarkannya ke Senayan.
4.
Malik Mahmud
Seluruh rakyat Aceh kini sudah pasti tak asing lagi dengan
nama ini. bergelar “paduka yang mulia” Malik Mahmud naik tahta menjadi wali
Nanggroe Aceh setelah Hassan Tiro meninggal dunia.
Sejumlah pro dan kontra mewarnai pengangkatan dirinya sebagai
wali nanggroe, mulai dari keturunan
Acehnya yang diragukan sampai ke kehidupan pribadinya pun di kulik. Namun, di
tengah kontroversial yang masih terjadi hingga kini pria kelahiran Singapore pada
29 Maret 1939 ini tetap tegak berdiri sebagai Wali Nanggroe tanpa goyah sedikit
pun.
Sebelum menjadi Wali Nanggroe Malik Mahmud dikenal di kalangan
Gerakan Aceh Merdeka sebagai Perdana Menteri.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon